Minggu, 31 Januari 2016

SURAT SUKA

Kepada kamu yang sedang mungkin sedang mengatur nafas pelan-pelan. Suruh siapa berlari-lari di fikiranku siang dan malam, pagi dan sore. Eh, maaf aku gombal. Kamu sudah makan?


Bisa bicara sebentar? Ada gumpalan tanya yang (sepertinya) perlu kamu jawab.
Siap?

Apa rasanya menjadi orang yang namanya kusebut setiap hari? Lebih dari lima kali sehari. Tersedakkah? Aku harap tidak. Karena kalau iya, aku pasti khawatir setengah mati.
Bagaimana rasanya kenal aku? Manusia yang sok peduli. Tapi sungguh, aku betul-betul peduli.
Sudahkah kamu dengar angin membisikimu, "Dapet salam dan rindu"?. Asal kamu tahu, itu dari aku dan atas perintahku.
Kalau suatu hari nanti, saat aku benar-benar berani, saat hilang semua rasa malu, saat tekad sudah kubentuk menjadi bulat sempurna, saat kata "suka" itu meluncur tanpa roda, menghembus tanpa suara. Apa reaksimu?

Aku suka kamu. Seperti sukanya ulat kepada pucuk daun teh.
Aku suka kamu. Seperti sukanya pagi kepada embun.
Aku suka kamu. Seperti sukanya malam kepada bulan.
Aku suka kamu. Kamu yang seperti kamu. Tanpa perlu jadi setampan Liam Hemsworth. Tanpa harus sejenius Bapak B.J Habibi. Tanpa mesti jadi sekaya Mark Zuckerberg.
Aku suka kamu.


Sudah sesuka itu aku padamu.
Lalu, bisakah kamu percaya?

Jumat, 29 Januari 2016

Mau Langsing

Kepada Engkau yang (mungkin) sedang menertawakanku, atau hanya tersenyum, geli.
Kepada Engkau yang (mungkin) saat ini sedang berkata, "Tak perlu kau kirim surat neng, apalagi sampai dipublikasikan. Itu sungguh-sungguh tak perlu".
Kepada Engkau yang sebenarnya sudah tahu apa saja isi surat ini, bahkan sebelum huruf-huruf terbentuk menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi do'a.
Kepada Engkau yang ada dan selalu ada, sambil menontonku menulis surat, mendengar setiap kata. Dan aku, malu. Sungguh-sungguh malu.
Kepada Engkau, yang sampai kapanpun tak terbayangkan. Walau aku percaya, Engkau pasti ada.


Aku mungkin akan menuliskan hal konyol, tapi percayalah ini serius, tidak bercanda.


Tuhan, aku mau langsing. Tanpa harus diet enggak makan gorengan dan es cendol. Tanpa harus lari keliling komplek setiap pagi. Tidak mesti seperti Miranda Kerr atau Atiqah Hasiholan. Apalagi macam model-model Victoria Secret. Cukuplah badan ini cukup untuk dipakaikan kembali dress-dress lucu punyaku yang dulu. Atau minimal, cukuplah supaya orang-orang tak ada lagi yang bilang, "Kamu sehat banget kayanya", "Kamu bahagia ya sekarang". Dan jawabanku untuk mereka adalah, "Ya. Aku sehat wal'afiat. Lahir dan batin.", "Yaiyalah aku bahagia. Dunia dan akhirat".

Aku mau langsing. Biar rasanya tidak alergi melihat timbangan di kolong lemari. Biar angka-angka besar di timbangan tidak rebutan untuk unjuk gigi saat aku naiki. Biar proses timbang-menimbang tidak seperti proses lelang. Makin membesar, kemudian berhenti sampai yang berani paling besar. Ah, besar.

Aku mau langsing. Agar saat foto tak perlu sibuk atur posisi badan. Agar saat selfie tak usah berpura-pura meniruskan pipi. Agar aplikasi edit foto itu tak terlihat menarik bagiku.

Aku mau langsing. Dengan caraku sendiri. Tak usah menahan makan martabak dan bakso.
Aku mau langsing. Tahun ini. Mulai bulan ini juga boleh.
Aku mau langsing. Dengan do'a yang kuucapkan tanpa habis.

Aku mau langsing. Boleh kan ya Tuhan...?