“And I've
kept all the words you said
In a box underneath my bed
And nobody knows it but me”
In a box underneath my bed
And nobody knows it but me”
Debu dari tumpukan kotak-kotak
kecil di kolong tempat tidurku cukup membuatku bersin berulang kali.
Kubersihkan dengan cermat seluruh bagian kamarku ini. Sampai aku terhenti saat
menemukan sebuah merah dengan sticker lambang klub sepak bola favoriteku, Liverpool
FC.
Aku duduk lemah diantara
kotak-kotak yang kukeluarkan. Menatap sendu kotak merah itu. Kotak yang sampai
saat ini bingung harus aku apakan dan kemanakan. Kotak ini seperti mesin waktu
menuju masa lalu yang seharusnya ditinggalkan mentah-mentah. Kotak ini layaknya
dimensi jutaan rasa. Kotak ini kuanggap sebagai sebuah buku diary hari-hari
kita. Menyimpan terlalu banyak bau parfummu, tertulis terlalu nyata surat-surat
cintamu, terukir terlalu dalam rindu untukmu, dan melewati terlalu lama waktuku
untuk bertahan.
Kubuka perlahan. Dengan nafas yang
sudah kusiapkan banyak-banyak agar aku tidak merasa sesak ketika mengeluarkan
isinya. Bagian paling atas ada beberapa kertas terlipat lucu. Kertas yang masih
saja kuharapkan bisa kudapatkan darimu. Kutemukan di lokerku, kau masukkan
lewat lubang kecil di pinggir loker. Sudah kubaca berulang kali. Sampai harus
terhapal di kepalaku. Kamu enggak akan percaya kalau aku bisa menulis ulang isi
surat-surat itu. Sebuah buku tebal ada paling bawah tumpukan. Isinya? Kutulis semua
kata-katamu padaku. Kuceritakan semua inginmu. Kusimpan rapat semua kekagumanku
padamu.
“Everyday I
wipe my tears away
So many nights I've prayed for you to say”
So many nights I've prayed for you to say”
Aku tak peduli kamu percaya atau
tidak. Tapi kuharap kamu tahu, kamu adalah nama yang tak pernah putus kuucapkan
saat aku bicara dengan Tuhan. Kamu adalah sebuah alasan dibalik seringnya
tangisanku semenjak hari itu. Kamu adalah manusia yang tanpa kamu sadari selalu
kubohongi untuk semua sikap tegarku setelah berakhirnya kisah itu. Kamu tetap
kamu, sebuah kisah tanpa jeda yang tak tahu kapan selesai.
Aku perlu waktu. Waktu yang banyak
untukku mencoba berjalan tanpa kamu. Aku butuh banyak keajaiban untuk bisa
menghilangkan sengatan rindu yang terlalu kencang. Aku butuh kamu untuk
memaki-maki aku dan menamparku hingga aku membencimu. Aku butuh kamu yang tak
perlu peduli dengan segala hal tentangku. Bukan seperti ini yang masih saja
menanyakan kabarku. Aku butuh kamu, untuk menabrakkanku hingga aku jatuh
pingsan, koma, kemudian amnesia.
“I should've
said all the things that I kept inside of me
And maybe I could've made you believe
That what we had was all we'd ever need”
And maybe I could've made you believe
That what we had was all we'd ever need”
Aku butuh kamu untuk semua rindu
yang tak sempat angin kirimkan, hujan larutkan, dan jutaan kata sampaikan.
Semoga kamu bahagia untuk sebuah
kartu undangan manis, yang baru saja kutemukan di depan rumahku. Disana ada
namamu dan ibu dari anak-anakmu kelak.
“But if
you're happy I'll get through somehow
But the truth is that I've been screaming out”
But the truth is that I've been screaming out”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar