1. Pasar Bebas
Perdagangan bebas dapat
didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan
pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan
perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.[1]
Sejarah dari perdagangan bebas
internasional adalah sejarah
perdagangan internasional memfokuskan dalam pengembangan dari
pasar terbuka. Diketahui bahwa bermacam kebudayaan yang makmur sepanjang
sejarah yang bertransaksi dalam perdagangan. Berdasarkan hal ini, secara
teoritis rasionalisasi sebagai kebijakan dari perdagangan bebas akan menjadi
menguntungkan ke negara berkembang sepanjang waktu. Teori ini berkembang dalam
rasa moderennya dari kebudayaan komersil di Inggris, dan lebih luas lagi Eropa,
sepanjang lima abad yang lalu. Sebelum kemunculan perdagangan bebas, dan
keberlanjutan hal tersebut hari ini, kebijakan dari merkantilisme telah berkembang di Eropa di tahun
1500. Ekonom awal yang menolak merkantilisme adalah David Ricardo dan Adam Smith.
Tidak semua ekonom sependapat
bahwa perdagangan bebas akan meningkatkan kemakmuran. Mereka meragukan
distribusi manfaat perdagangan internasional. NSB menganggap bahwa manfaat
perdagangan internasional sebagian besar dinikmati oleh negara-negara maju.
Pemerintah NSB juga merasa bahwa bila dibiarkan bersaing melalui mekanisme
pasar bebas, sektor industri yang baru mereka bangun tidak akan dapat tumbuh dan
berkembang. Padahal menguatnya sektor industri amat dibutuhkan guna
memperbaiki/memperkuat struktur perekonomian agar tidak terlalu tergantung pada
sektor pertanian.[2]
Untuk memperbaiki distribusi
manfaat perdagangan internasional dan memberikan perlindungan sementara
industri yang baru dibangun (infant industries), pemerintah-pemerintah
di NSB menempuh kebijakan yang bersifat melindungi industri/produk domestik.
Biasanya negara-negara yang protektif cenderung berorientasi pada pengelolaan
pasar domestik (inward looking).
Akan tetapi, ada juga yang tetap
yakin akan manfaat perdagangan internasional. Mereka memandanganya sebagai alat
untuk memperluas pasar produk domestik, juga merupakan ajang melatih diri agar
menjadi lebih efisien dan produktif karena terus bersaing. Hal inilah yang
mendorong banyak negara untuk berorientasi ekspor (outward looking).
2.
Perdagangan
Persaingan bisnis di era perdagangan bebas
menunjukkan perkembangan yang pesat sehingga seolah tidak ada batas
antarnegara. Indonesia harus berkompetisi dengan negara lain di bidang
perdagangan, baik negara maju maupun negara berkembang. Perdagangan bebas membuka
peluang bagi produsen Indonesia untuk menjual produknya ke luar negeri dan
sebaliknya memberi pilihan produk yang lebih banyak kepada masyarakat.
Penganjur perdagangan bebas berargumen bahwa liberalisasi menguntungkan semua
negara dan keseluruhan ekonomi di dunia. Setiap negara dapat berkonsentrasi
untuk memproduksi barang tertentu dengan seefisien mungkin untuk meningkatkan
kapasitas ekonomi dunia. [3]
Peran
pemerintah diharapkan sangat sedikit dalam perdagangan bebas dan seakan-akan
‘diharamkan’. Namun demikian, perdagangan bebas antar- negara yang tidak
terkontrol oleh peran pemerintah dan negara dapat berakibat pada keadaan dimana
pengusaha dalam negeri terutama sektor Usaha Kecil dan Menengah semakin
terpuruk karena berkompetisi dengan pengusaha dari negara maju. Untuk itu tetap
diperlukan peran pemerintah dan kalangan dunia usaha untuk menciptakan iklim
usaha yang kondusif, agar semua pelaku usaha dapat tetap bertahan dan bersaing
satu sama lain secara sehat.
Perdagangan internasional adalah perdagangan
yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas
dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan
(individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara,
perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi
selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya
terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad
belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. [4]
Menurut Sadono Sukirno, manfaat
perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
· Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
perbedaan hasil produksi di setiap negara.
· Memperoleh keuntungan dari spesialisasi.
· Memperluas pasar dan menambah keuntungan
·
Transfer teknologi modern.
Perdagangan
luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang
lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
Perdagangan
internasional itu sendiri berkaitan dengan beberapa kegiatan yaitu : [5]
1.
perdagangan internasional melalui
perpindahan barang, jasa dasi suatu negara kenegara yang lainnya yang biasa
disebut transfer of goods and services.
2.
Perdagangan internasional melalui perpindahan
modal melalui investasi asing dari luar negeri kedalam negeri atau yang disebut
dengan transfer of capital
3. perdagangan internasional melalui perpindahan tenaga kerja yang berpengaruh
terhadap perndapatan negara melalui devisa dan juga perlunya pengawasan
mekanisme perpindahan tenaga kerja yang disebut dengan transfer of labour.
4. Perdagangan internasional yang dilakukan melalui perpindahan teknologi
yaitu dengan cara mendirikan pabrik-pabrik dinegara lain atau yang biasa kita
sebut transfer of technology.
5.
perdagangan internasional yang dilakukan
dengan penyampaian informasi tentang kepastian adanya bahan baku dan pangsa
pasar atau yang disebut dengan transfer of data
ekonomi internasional menyangkut beberapa hal yang berkaitan dengan negara seperti: mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal yang relatif lebih sukar (imobilitas faktor produksi) sistem keuangan, perbankan, bahasa, kebudayaan serta politik yang berbeda
faktor-faktor poduksi yang dimiliki (faktor endowment) berbeda sehingga dapat menimbulkan perbedaan harga barang yang dihasilkan.
ekonomi internasional menyangkut beberapa hal yang berkaitan dengan negara seperti: mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal yang relatif lebih sukar (imobilitas faktor produksi) sistem keuangan, perbankan, bahasa, kebudayaan serta politik yang berbeda
faktor-faktor poduksi yang dimiliki (faktor endowment) berbeda sehingga dapat menimbulkan perbedaan harga barang yang dihasilkan.
3. Pinjaman Luar Negeri
Dana luar
negeri selain sebagai suplemen kepada dana pembangunan, juga dapat menambah
aliran devisa ke dalam negeri. Di samping itu, sering pula diikuti oleh
pengembangan teknologi dan masuknya tenaga ahli. Dana yang berasal dari luar
negeri bentuknya dapat dibedakan kepada tiga golongan: bantuan luar negeri,
pinjaman, dan penanaman modal asing. Pinjaman luar negeri (loan)
merupakan aliran modal dari luar negeri yang tergolong sebagai bantuan luar
negeri , diberikan oleh pemerintah negara-negera maju atau badan-badan
internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan pinjaman semacam itu⎯seperti World Bank,
The Asian Development Bank (ADB), dan sebagainya.
Bantuan adalah faktor yang
essensial dan sangat penting bagi proses-proses pembangunan negara berkembang.
Bantuan tersebut dapat melengkapi kelangkaan sumber daya dalam negeri, membantu
terlaksananya transformasi ekonomi secara struktural, serta mendukung
usaha-usaha negara dunia ketiga dalam mecapai tahapan pembangunan
tinggal-landas menuju ke tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
Akan tetapi, upaya-upaya pembangunan di negara-negara tersebut, termasuk
Indonesia, agak terkendala akibat kurang tersedianya sumber-sumber daya ekonomi
yang produktif, terutama sumber daya modal. Untuk itu, pemerintah berusaha
mendatangkan sumberdaya modal dari luar negeri melalui berbagai jenis pinjaman.[6]
Dalam jangka pendek, utang luar
negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit
anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan demikian, laju pertumbuhan
ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tetapi dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri pemerintah tersebut
dapat menimbulkan berabagai persoalan ekonomi di Indonesia. Khusus modal asing
dalam bentuk pinjaman luar negeri kepada pemerintah, telah mengisi sektor
penerimaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara yang selanjutnya
digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan proyek-proyek pembangunan
negara atau investasi pemerintah di sektor publik. [7]
Dampaknya Terhadap Pembangunan
Nasional
“Hutang luar negeri yang dilakukan
selama 1950-1988 telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara
penghutang terbesar dan sebagai salah satu negara yang sangat tergantung pada
hutang luar negeri. Pada akhir tahun 1988 hutang sejumlah US 52,8 milyar
merupakan lebih dari setengah Produk Nasional Bruto dan hampir dua kali lipat
nilai ekspor barang dan jasa. Tujuh puluh persen dari jumlah itu adalah hutang
pemerintah yang berjangka menengah dan panjang. Pinjaman baru pemerintah
menyumbang 30% terhadap total pengeluaran pemerintah dalam tahun anggaran
1988/89.”[8]
Dalam jangka panjang, ternyata
utang luar negeri dapat menimbulkan permasalahan ekonomi pada banyak debitur.
Di samping beban ekonomi yang harus diterima rakyat pada saat pembayaran
kembali, juga beban psikologis politis yang harus diterima oleh negara debitur
akibat ketergantungannya dengan bantuan asing.
Semakin bertambahnya utang luar
negeri pemerintah, berarti juga semakin memberatkan posisi APBN RI, karena
utang luar negeri tersebut harus dibayarkan beserta bunganya. Ironisnya, semasa
krisis ekonomi, utang luar negeri itu harus dibayar dengan menggunakan bantuan
dana dari luar negeri, yang artinya sama saja dengan utang baru. Dalamn jangka
panjang akumulasi dari utang luar negeri pemerintah ini tetap saja harus
dibayar melalui APBN, artinya menjadi tanggung jawab para wajib pajak. Dengan
demikian, maka dalam jangka panjang pembayaran utang luar negeri oleh
pemerintah Indonesia sama artinya dengan mengurangi tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat Indonesia masa mendatang.[9]
[2]
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar.
LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta: 2008. Hal 284.
[5]
Ibid
[7]
Surya Atmaja, Adwin. Jurnal
Ekonomi: Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia. Jurusan Ekonomi Akuntansi,
Fakultas Ekonomi. Universitas Kristen Petra.
[8]
http://www.bunghatta.ac.id/artikel-154-dampak-hutang-luar-negeri-dan-variabel-makro-ekonomi-lainnya-terhadap-perekonomian-indonesia.html
[9]
Surya Atmaja, Adwin. Jurnal Ekonomi: Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia.
Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi. Universitas Kristen Petra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar