Jumat, 21 September 2012

Pasar Bebas, Perdagangan dan Pinjaman Luar Negeri



1.       Pasar Bebas
Perdagangan bebas dapat didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda.[1]
Sejarah dari perdagangan bebas internasional adalah sejarah perdagangan internasional memfokuskan dalam pengembangan dari pasar terbuka. Diketahui bahwa bermacam kebudayaan yang makmur sepanjang sejarah yang bertransaksi dalam perdagangan. Berdasarkan hal ini, secara teoritis rasionalisasi sebagai kebijakan dari perdagangan bebas akan menjadi menguntungkan ke negara berkembang sepanjang waktu. Teori ini berkembang dalam rasa moderennya dari kebudayaan komersil di Inggris, dan lebih luas lagi Eropa, sepanjang lima abad yang lalu. Sebelum kemunculan perdagangan bebas, dan keberlanjutan hal tersebut hari ini, kebijakan dari merkantilisme telah berkembang di Eropa di tahun 1500. Ekonom awal yang menolak merkantilisme adalah David Ricardo dan Adam Smith.
Tidak semua ekonom sependapat bahwa perdagangan bebas akan meningkatkan kemakmuran. Mereka meragukan distribusi manfaat perdagangan internasional. NSB menganggap bahwa manfaat perdagangan internasional sebagian besar dinikmati oleh negara-negara maju. Pemerintah NSB juga merasa bahwa bila dibiarkan bersaing melalui mekanisme pasar bebas, sektor industri yang baru mereka bangun tidak akan dapat tumbuh dan berkembang. Padahal menguatnya sektor industri amat dibutuhkan guna memperbaiki/memperkuat struktur perekonomian agar tidak terlalu tergantung pada sektor pertanian.[2]
Untuk memperbaiki distribusi manfaat perdagangan internasional dan memberikan perlindungan sementara industri yang baru dibangun (infant industries), pemerintah-pemerintah di NSB menempuh kebijakan yang bersifat melindungi industri/produk domestik. Biasanya negara-negara yang protektif cenderung berorientasi pada pengelolaan pasar domestik (inward looking).
Akan tetapi, ada juga yang tetap yakin akan manfaat perdagangan internasional. Mereka memandanganya sebagai alat untuk memperluas pasar produk domestik, juga merupakan ajang melatih diri agar menjadi lebih efisien dan produktif karena terus bersaing. Hal inilah yang mendorong banyak negara untuk berorientasi ekspor (outward looking).
2.       Perdagangan
Persaingan bisnis di era perdagangan bebas menunjukkan perkembangan yang pesat sehingga seolah tidak ada batas antarnegara. Indonesia harus berkompetisi dengan negara lain di bidang perdagangan, baik negara maju maupun negara berkembang. Perdagangan bebas membuka peluang bagi produsen Indonesia untuk menjual produknya ke luar negeri dan sebaliknya memberi pilihan produk yang lebih banyak kepada masyarakat. Penganjur perdagangan bebas berargumen bahwa liberalisasi menguntungkan semua negara dan keseluruhan ekonomi di dunia. Setiap negara dapat berkonsentrasi untuk memproduksi barang tertentu dengan seefisien mungkin untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dunia. [3]
Peran pemerintah diharapkan sangat sedikit dalam perdagangan bebas dan seakan-akan ‘diharamkan’. Namun demikian, perdagangan bebas antar- negara yang tidak terkontrol oleh peran pemerintah dan negara dapat berakibat pada keadaan dimana pengusaha dalam negeri terutama sektor Usaha Kecil dan Menengah semakin terpuruk karena berkompetisi dengan pengusaha dari negara maju. Untuk itu tetap diperlukan peran pemerintah dan kalangan dunia usaha untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, agar semua pelaku usaha dapat tetap bertahan dan bersaing satu sama lain secara sehat.
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. [4]
Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.
·      Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri.
 Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara.
·      Memperoleh keuntungan dari spesialisasi.
·      Memperluas pasar dan menambah keuntungan
·      Transfer teknologi modern.
Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.
Perdagangan internasional itu sendiri berkaitan dengan beberapa kegiatan yaitu : [5]
1.       perdagangan internasional melalui perpindahan barang, jasa dasi suatu negara kenegara yang lainnya yang biasa disebut transfer of goods and services.
2.        Perdagangan internasional melalui perpindahan modal melalui investasi asing dari luar negeri kedalam negeri atau yang disebut dengan transfer of capital
3.       perdagangan internasional melalui perpindahan tenaga kerja yang berpengaruh terhadap perndapatan negara melalui devisa dan juga perlunya pengawasan mekanisme perpindahan tenaga kerja yang disebut dengan transfer of labour.
4.       Perdagangan internasional yang dilakukan melalui perpindahan teknologi yaitu dengan cara mendirikan pabrik-pabrik dinegara lain atau yang biasa kita sebut transfer of technology.
5.       perdagangan internasional yang dilakukan dengan penyampaian informasi tentang kepastian adanya bahan baku dan pangsa pasar atau yang disebut dengan transfer of data
ekonomi internasional menyangkut beberapa hal yang berkaitan dengan negara seperti: mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal yang relatif lebih sukar (imobilitas faktor produksi) sistem keuangan, perbankan, bahasa, kebudayaan serta politik yang berbeda
faktor-faktor poduksi yang dimiliki (faktor endowment) berbeda sehingga dapat menimbulkan perbedaan harga barang yang dihasilkan.

3.       Pinjaman Luar Negeri
Dana luar negeri selain sebagai suplemen kepada dana pembangunan, juga dapat menambah aliran devisa ke dalam negeri. Di samping itu, sering pula diikuti oleh pengembangan teknologi dan masuknya tenaga ahli. Dana yang berasal dari luar negeri bentuknya dapat dibedakan kepada tiga golongan: bantuan luar negeri, pinjaman, dan penanaman modal asing. Pinjaman luar negeri (loan) merupakan aliran modal dari luar negeri yang tergolong sebagai bantuan luar negeri , diberikan oleh pemerintah negara-negera maju atau badan-badan internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan pinjaman semacam ituseperti World Bank, The Asian Development Bank (ADB), dan sebagainya.
Bantuan adalah faktor yang essensial dan sangat penting bagi proses-proses pembangunan negara berkembang. Bantuan tersebut dapat melengkapi kelangkaan sumber daya dalam negeri, membantu terlaksananya transformasi ekonomi secara struktural, serta mendukung usaha-usaha negara dunia ketiga dalam mecapai tahapan pembangunan tinggal-landas menuju ke tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Akan tetapi, upaya-upaya pembangunan di negara-negara tersebut, termasuk Indonesia, agak terkendala akibat kurang tersedianya sumber-sumber daya ekonomi yang produktif, terutama sumber daya modal. Untuk itu, pemerintah berusaha mendatangkan sumberdaya modal dari luar negeri melalui berbagai jenis pinjaman.[6]
Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri pemerintah tersebut dapat menimbulkan berabagai persoalan ekonomi di Indonesia. Khusus modal asing dalam bentuk pinjaman luar negeri kepada pemerintah, telah mengisi sektor penerimaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara yang selanjutnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan proyek-proyek pembangunan negara atau investasi pemerintah di sektor publik. [7]
Dampaknya Terhadap Pembangunan Nasional
“Hutang luar negeri yang dilakukan selama 1950-1988 telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara penghutang terbesar dan sebagai salah satu negara yang sangat tergantung pada hutang luar negeri. Pada akhir tahun 1988 hutang sejumlah US 52,8 milyar merupakan lebih dari setengah Produk Nasional Bruto dan hampir dua kali lipat nilai ekspor barang dan jasa. Tujuh puluh persen dari jumlah itu adalah hutang pemerintah yang berjangka menengah dan panjang. Pinjaman baru pemerintah menyumbang 30% terhadap total pengeluaran pemerintah dalam tahun anggaran 1988/89.”[8]
Dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri dapat menimbulkan permasalahan ekonomi pada banyak debitur. Di samping beban ekonomi yang harus diterima rakyat pada saat pembayaran kembali, juga beban psikologis politis yang harus diterima oleh negara debitur akibat ketergantungannya dengan bantuan asing.
Semakin bertambahnya utang luar negeri pemerintah, berarti juga semakin memberatkan posisi APBN RI, karena utang luar negeri tersebut harus dibayarkan beserta bunganya. Ironisnya, semasa krisis ekonomi, utang luar negeri itu harus dibayar dengan menggunakan bantuan dana dari luar negeri, yang artinya sama saja dengan utang baru. Dalamn jangka panjang akumulasi dari utang luar negeri pemerintah ini tetap saja harus dibayar melalui APBN, artinya menjadi tanggung jawab para wajib pajak. Dengan demikian, maka dalam jangka panjang pembayaran utang luar negeri oleh pemerintah Indonesia sama artinya dengan mengurangi tingkat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia masa mendatang.[9]



[2] Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar. LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta: 2008. Hal 284.
[5] Ibid
[6] Amalia,  Lia. Ekonomi Pembangunan edisi pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta: 2007. Hal 61
[7] Surya Atmaja, Adwin. Jurnal Ekonomi: Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia. Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi. Universitas Kristen Petra.
[9] Surya Atmaja, Adwin. Jurnal Ekonomi: Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia. Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi. Universitas Kristen Petra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar