Jumat, 21 September 2012

UMKM, Koperasi Sebagai Pilar Perekonomian Indonesia



1.       UMKM
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Selain menjadi sektor usaha yang paling besar kontribusinya terhadap pembangunan nasional, UMKM juga menciptakan peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja dalam negeri, sehingga sangat membantu upaya mengurangi pengangguran.
Dalam definisi Usaha kecil menengah yang bervariasi, sedikitnya ada dua aspek yaitu aspek penyerapan tenaga kerja dan aspek pengelompokkam perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang diserap dalam gugusan/kelompok perusahaan tersebut.[1]
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (dahulu Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, disingkat Kemenegkop dan UKM) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan koperasi dan usaha kecil dan menengah. Kementerian Koperasi dan UKM dipimpin oleh seorang Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop dan UKM).
Namun dalam perkembangannya, UMKM memiliki keterbatasan dalam berbagai hal, diantaranya keterbatasan mengakses informasi pasar, keterbatasan jangkauan pasar, keterbatasan jejaring kerja, dan keterbatasan mengakses lokasi usaha yang strategis. Untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan akses UMKM pada informasi pasar, lokasi usaha dan jejaring usaha agar produktivitas dan daya saingnya meningkat. Maka dari itu menuntut adanya peran dan partisipasi bebagai pihak terutama pemerintah daerah dan kalangan perguruan tinggi untuk membantu dan memfasilitasi akses informasi bagi para UMKM yang sebagian besar berada di daerah pedesaan atau kota-kota kecil.
Peran UMKM Dalam Pembangunan Nasional
Secara umum UMKM dalam perekonomian nasional memiliki peran : (1) sebagai pemeran utama dalam kegiatan ekonomi, (2) penyedia lapangan kerja terbesar, (3) pemain penting dalam pengembangan perekonomian lokal dan pemberdayaan masyarakat, (4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta (5) kontribusinya terhadap neraca pembayaran. Oleh karena itu pemberdayaannya harus dilakukan secara terstruktur dan berkelanjutan, dengan arah peningkatan produktivitas dan daya saing, serta menumbuhkan wirusahawan baru yang tangguh.[2]
Selama tahun 2000-2003 peranan usaha mikro, kecil dan menengah dalam penciptaan nilai tambah terus meningkat dari 54,51% pada tahun 2000 menjadi 56,72% pada tahun 2003. Sebaliknya perusahaan besar semakin berkurang dari 45,49% pada tahun 2000 menjadi 43,28% pada tahun 2003. Usaha mikro, kecil dan menengah juga menjadi pemasok kebutuhan barang dan jasa nasional sebanyak 43,8%, sedangkan usaha besar 42,1% dan impor sebanyak 14,1%.
Selama tahun 2003, pertumbuhan ekonomi usaha mikro dan kecil mencapai angka 4,1%, usaha menengah tumbuh 5,1%, sementara usaha besar hanya mengalami pertumbuhan 3,5%. Pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah tersebut telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 2,37% dari total pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,1%. Pada periode 2001-2003, usaha mikro, kecil dan menengah memiliki keunggulan dalam mendorong pertumbuhan PDB dalam sector sekunder yang tumbuh masing-masing sebesar 5,60%, 4,65% dan 5,36%, sedangkan usaha besar hanya mengalami pertumbuhan 3,36%, 3,60% dan 4,04%  pada periode yang sama. Dengan demikian, usaha mikro, kecil dan menengah di sektor sekunder dan tersier sangat potensial untuk dikembangkan mengingat memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi.
Secara umum peran usaha mikro, kecil dan menengah dalam PDB mengalami kenaikan dibandingkan sebelum krisis, bersamaan dengan merosotnya usaha menengah dan besar. Enam tahun setelah krisis, keadaan usaha menengah belum pulih, sedangkan usaha besar baru pulih mulai tahun 2003. Perbandingan posisi keuangan tahun 1997 dan 2003 akan memberikan gambaran bahwa krisis ekonomi memiliki dampak yang besar terhadap usaha menengah dan besar. Perekonomian nasional baru pulih dari kondisi krisis pada akhir tahun 2003, dimana peran usaha menengah semakin berkurang, namun secara perlahan mulai bangkit kembali. Usaha mikro dan kecil relatif paling cepat pulih dari krisis ekonomi dan pernah memberikan kontribusi yang terbesar dalam perekonomian nasional, terutama pada saat puncak krisis tahun 1998 dan 1999, walaupun kemudian tergeser kembali oleh usaha besar.
Dari sudut ketenagakerjaan, usaha mikro, kecil dan menengah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja, yaitu sebesar 99,45% dari tenaga kerja di Indonesia. Selama periode 2000-2003, usaha mikro dan kecil telah mampu memberikan lapangan kerja baru bagi 7,4 juta orang dan usaha menengah menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 1,2 juta orang. Pada sisi lain, usaha besar hanya mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 55.760 orang selama periode 2000-2003. Hal ini merupakan bukti bahwa UMKM merupakan katup pengaman, dinamisator, dan stabilisator perekonomian negara kita.[3]
2.       Koperasi Sebagai Pilar Perekonomian Indonesia
Koperasi memiliki beberapa peranan yang cukup penting di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Sesuai demgan yang dinyatakan pada Konfereni Umum International Labour Organization dan International Labour Office pada tahun 1966 yang antara lain,sebagai alat yang penting bagi pembangunan ekonomi, sarana untuk memperbaiki ekonomi, untuk meningkatkan pendapatan nasional, bahkan untuk meningkatkan sumber daya modal pribadi dan nasional dengan menghilangkan riba serta pemanfaatan kredit secara sehat.
Pengertian ekonomi rakyat muncul sebagai akibat adanya kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat. Adanya kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat tampak pada perbedaan pendapatan dan kesejahteraan yang mencolok antara satu kelompok dengan kelompok yang lain dalam masyarakat. Ada kelompok masyarakat yang tingkat pendapatan dan kesejahteraannya sangat tinggi, ada kelompok masyarakat yang pendapatan dan kesejahteraannya rendah, dan ada pula yang pendapatan dan kesejahteraannya sangat rendah atau miskin sekali. Kegiatan ekonomi masyarakat lapisan bawah inilah yang disebut ekonomi rakyat. Sampai saat ini memang belum ditemukan batasan ekonomi rakyat yang memuaskan semua pihak. Namun, pendekatan ekonomi rakyat dapat dikenal dari ciri-ciri pokoknya yang bersifat tradisional, skala usaha kecil, dan kegiatan atau usaha ekonomi bersifat sekadar untuk bertahan hidup (surivive).[4]
Salah satu penyebabnya adalah kesenjangan akibat dari pemilikan sumber daya produksi dan produktivitas yang tidak sama di antara pelaku ekonomi. Kelompok masyarakat dengan pemilikan faktor produksi terbatas dan produktivitas rendah yang menghasilkan tingkat kesejahteraan rendah dihadapkan pada kelompok pelaku ekonomi maju, modern, berkembang dan kuat. Kesenjangan yang melebar menyebabkan terjadinya dikotomi di antara pelaku ekonomi kuat dengan pelaku ekonomi lemah.
Keadaan kesenjangan itu yang telah terjadi dan berlanjut dalam dimensi waktu sejak zaman pemerintah Belanda dikenal sebagai keadaan yang dualistis. Ini bukan hanya fenomena yang terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara berkembang lainnya. Dengan perjalanan waktu, terlebih lagi dengan kemajuan teknologi, perbedaan produktivitas makin tajam, sehingga menyebabkan seakan-akan ada pengotakan antara pelaku ekonomi penduduk asli yang lemah dan bersifat tradisional, ekonomi rakyat, dan ekonomi pendatang yang modern dan kuat.
Sampai sekarang dualisme dalam perekonomian Indonesia itu belum berhasil dihilangkan, meskipun integrasi sistem ekonomi tradisional ke dalam sistem ekonomi modern sudah semakin jauh berlangsung. Dualisme tersebut tidak mudah dihilangkan begitu saja karena menyangkut masalah penguasaan teknologi, pemilikan modal, akses ke pasar dan kepada sumber-sumber informasi serta keterampilan manajemen.
Pengembangan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sehingga terjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja, perlindungan hak-hak konsumen serta perlakuan yang adil bagi seluruh masyarakat.
Dampak Koperasi Terhadap Proses Pembangunan Sosial Ekonomi
Koperasi menimbulkan dampak-dampak yang positif bagi proses pembangunan sosial ekonomi. Dampak yang ditimbulkan ada yang bersifat makro dan mikro. Dampak mikro secara langsung terhadap para anggota dan perekonomiaannya timbul dari peningkatan jasa pelayanan perusahaan koperasi dan dari kegiatan-kegiatan kelompok koperasi. Misalnya, menawarjan kepada petani sebagai anggota, jasa-jasa pelayanan yang meningkatkan secara efektif kegiatan usaha mereka melalui usaha perkreditan, pengadaan, pemasaran, konsultasi, dan sebagainya.[5]
Sedangkan secara tidak langsung, adanya dampak terhadap lingkungan organisasi koperasi dapat secara serentak memberikan kontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi damapak-dampak persaingan koperasi; pembentukan suatu perusahaan koperasi dalam suatu situasi pasar yang ditandai oleh persaingan, akan memaksa para pesaing lainnyauntuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan mereka. Akibatnya timbul dampak-damppak posiif terhadap stuktur pasar, intensitas persaingan, dan terhadap kenaikan hasil penjualan, yang selanjutnya akan memberikan dorongan-dorongn positif ke arah pertumnuhan dan p[erkembangan ekonomi.
Dampak makro dari organisasi koperasi berkaitan dengan pembangunan.  Diantaranya, wadah koperasi dapat merangsang inovasi-inovasi tertentu yang dapat mengubah masyarakat tradisional tanpa merusaknya (identitas budaya), ,e,berikan kontibusi yang cukup besar terhadap terhadap proses integrasi ekonomi dan sosial, serta kontribusi-kontribusi yang potensial lainnya terhadap pembangunan ekonomi.



[1] Partomo, Tiktik Sartika dan Abd. Rachman Soejoedono. Ekonomi skala kecil/menengah dan koperasi. Cetakan kedua. .Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor:  2004. hal 13
[3] Ibid

[4] Cahyono, Budi \Majalah PP\Th 2002\Edisi 28\Bahan Final\Heri Darwanto.doc

[5] Partomo, Tiktik Sartika dan Abd. Rachman Soejoedono. Ekonomi skala kecil/menengah dan koperasi. Cetakan kedua. .Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor:  2004. Hal 108

Tidak ada komentar:

Posting Komentar